Pertemuan

Salam sejahtera,
Semoga kamu bahagia selalu, dan dilimpahkan berkah dan nikmat.
Ah, mungkin awal surat ini terlalu formal untukmu, tapi aku tak ingin terlihat terlalu santai didepanmu. Dan juga tak ingin terlihat terlalu serius, karena aku tahu pasti, kau pasti lama-lama akan risih apabila aku berbuat demikian.

Aku ingin menanyakan kabarmu, apakah kamu baik-baik saja disana? Aku sangat berharap kamu baik-baik. Karena aku tidak mau ada hal-hal buruk yang menimpamu. Mungkin surat ini belum terlihat akrab, yaa.. Kita sama-sama tahu bahwa pertemuan pertama kita kemarin sangat mengejutkan. Sudah berapa tahun lamanya sejak pertemuan terakhir kita, yang kau sedang bersamanya. Ya, kamu sedang mengadakan jamuan makan siang bersama kekasihmu saat kita bertemu. Awalnya aku berusaha tak acuh, namun kau memanggilku, seakan ingin pamer bahwa kau sudah punya gandengan. Aku masih berbaik hati untuk menghampirimu, dan kau mulai berpura-pura bahwa dulu tak ada kita. Kau juga mengenalkannya padaku. Lalu aku bisa apa? Aku hanya meluncurkan senyum basa-basi dan ketawa-ketiwi kecil untuk menyukseskan peran. Tak lama, aku pamit untuk pergi, sudah cukup melihatmu berpura-pura didepan kekasihmu itu.

Kemarin saat kita bertemu, kau sedang duduk dengan kesendirianmu. Tak luput karton kopi yang kau genggam ditanganmu dan kicau burung yang menurutmu sudah tak lagi merdu, karena kau sedang menggunakan headset. Jelas sekali bahwa kau sedang ingin sendiri. Namun kau membawa kesendirianmu itu kemana-mana hingga tak terlihat sendiri. Lalu aku aku berjalan mendekatimu yang belum sadar bahwa kakiku sudah berada beberapa centimeter saja dari tumitmu. Dan kutepuk pundakmu. Spontan, kepalamu mendongak keatas, mencari wajah sang penepuk itu. Kau melihatku, sangat bahagia. Dan aku akhirnya terpatung diantara pelukanmu itu.
Pelukan yang sudah lama tidak pernah aku rasakan.
Pelukan yang aku tahu bahwa kau sedang bersedih.
Pelukan yang aku tahu bahwa dulu aku sangat nyaman dipelukan itu.

Setelah itu, aku hanya melihatku dengan wajah shock dan mimik muka bahwa aku bukan pelarianmu. Tapi sebenarnya, aku sangat merindukanmu. Maka dari itu, aku menuliskan surat ini. Aku tahu, mungkin ini sangat terlihat naif, namun aku belum terlalu siap untuk bertemu denganmu. Selama 30hari kedepan aku akan menuliskan surat-surat untuk kau baca.
Tidak..
Tidak harus semuanya kau balas. Aku hanya berharap, dari surat-surat itu, kau tidak akan merasa sendiri lagi. :)

Love,
Safira

Comments

Popular posts from this blog

17!

Holy-Day! emm... Or Holiday?

1.